Da’i dan Kompetensi Berfatwa
Abstract
Kajian tentang ifta’ atau berfatwa merupakan kajian yang menarik dikemukakan lebih-lebih lagi kerana penulis mengenengahkan tentang kemungkinan berfatwa, terutama dalam menjawab problematika yang dihadapi dan ditanyakan oleh masyarakat dalam kegiatan berdakwah sehari-hari. Tambahan lagi, beberapa waktu kebelakangan ini masalah fatwa menjadi persoalan yang sedang hangat-hangatnya di Indonesia. Para pemikir dari pelbagai disiplin ilmu ikut mengemukakan pendapat terutama kerana keluarnya Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) melalui Musyawarah Nasional (Munas) tanggal 27-29 Juli 2005. Walaupun sebahagian dari fatwa MUI tersebut merupakan penegasan terhadap fatwa MUI yang sudah dihasilkan melalui Munas II tahun 1980. Fatwa MUI melalui Munas 27-29 Juli 2005, antara lain menetapkan kembali bahawa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam dan menjadi pengikutnya adalah murtad, sehingga menghimbau mereka agar segera kembali ke jalan Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan hadits. Tentang doa bersama, MUI menyatakan tidak dikenal dalam Islam dan merupakan bid ‘ah, doa bersama yang dipimpin tokoh non-muslim haram hukumnya. Jika dipimpin oleh tokoh Muslimin, hukumnya mubah, serta beberapa fatwa lainnya.
Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.